A.
Pengertian Aqidah
—
Secara etimologi (bahasa) aqidah berasal dari bahasa
arab yaitu kata العَقْدُ
yang berarti: ikatan;
kepercayaan yang kuat; mengokohkan dan mengikat dengan kuat.
—
Secara
terminologi (istilah) aqidah berarti: keimanan yang teguh dan pasti, yang tidak
ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
—
Adapun
Aqidah Islamiyah (Aqidah Islam) adalah:
Ø
Kepercayaan yang mantap kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya , para rasul-Nya, hari akhir dan
ketentuan-Nya yang baik maupun yang buruk.
Ø
Kepercayaan yang mantap kepada seluruh muatan
Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih berupa pokok-pokok agama, perintah-perintahnya,
berita-beritanya, serta apa saja yang telah disepakati para ulama (ijma’).
Ø
Kepasrahan
total kepada Allah dalam hal keputusan hukum, perintah, takdir dan syara’.
Ø
Ketundukan
kepada Allah dan Rasulullah dengan cara mematuhinya, menerima keputusan
hukumnya dan mengikutinya.
—
Ilmu
Aqidah ini biasa disebut juga dengan istilah ilmu ushul ud-din (أصول الدين)
; yang berarti inti atau dasar dari agama,
Ø
ilmu
ini disebut istilah ilmu ushulud-din (أصول الدين) karena pokok pembicaraannya adalah
dasar-dasar kepercayaan agama yang menjadi pondasi agama yang harus dipelajari
jika ingin menyelami seluk-beluk agama secara mendalam; serta dengan
mempelajarinya, keyakinan seseorang terhadap agamanya akan berdasar pada keyakinan
kuat dan tidak mudah terombang-ambing oleh perubahan zaman.
—
Ilmu
ini juga bisa disebut dengan istilah ilmut-tauhid (علم التوحيد),
tauhid berarti satu atau esa; ke-esa-an ini dalam pandangan Islam sebagai agama
monotheisme (percaya atau menyembah satu tuhan), merupakan salah satu
sifat yang terpenting diantara sifat-sifat tuhan.
Ø
Ilmu
ini disebut Ilmu Tauhid ilmut-tauhid (علم التوحيد) karena tujuan pokok ilmu ini adalah
meng-esa-kan Tuhan (Allah) baik zat, sifat maupun af’alnya
(perbuatan-perbuatan-Nya).
—
Ilmu
ini juga biasa dikenal dengan istillah ilmul-kalam (علم الكلام);
nama ini diambil dari:
Ø
al-kalam (الكلام) berarti kata-kata; maka Perkataan Allah
disebut kalamullah (كلام
الله);
v Ilmu
ini disebut lmul-kalam (علم الكلام) karena beberapa pembahasan/permasalahan
dalam ilmu ini adalah seputar Perkataan
Allah, kalamullah (كلام
الله) atau Al-Qur’an, yang pernah menimbulkan pertentangan diantara
beberapa aliran umat Islam pada abad IX
dan X Masehi.
Ø
al-kalam (الكلام) berarti kata-kata; ilmu ini diberi nama ilmul-kalam
(علم
الكلام) karena banyak ahli dalam ilmu ini pandai menggunakan kata-kata
dalam berargumentasi untuk mempertahankan pandangannya.
v Maka dari sinilah ahli ilmu ini disebut dengan istilah al-mutakallim
yaitu ahli dalam berargumentasi yang pandai dalam memakai kata-kata.
—
Para
sarjana barat menyebut ilmu ini dengan istilah
“Islamic Theology” atau “Teologi Islam”.
Ø
Secara etimologi berasal dari bahasa yunani
yaitu theologia yang terdiri dari kata theos yang berarti
tuhan, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah ilmu atau
pengetahuan tentang ketuhanan.
Ø
Secara terminologi “Theologi” berarti:
ilmu yang mempelajari tentang kenyataan-kenyataan dan gejala-gejala agama serta
membahas tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, baik berdasarkan kebenaran
agama (wahyu) ataupun berdasarkan penyelidikan akal murni.
B.Keistimewaan Aqidah Islam
—
Keistimewaan Aqidah islam:
1)
Aqidah Islam tetap asli, tidak mengalami perubahan hingga sekarang.
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan Kami (pulalah) yang memeliharanya.”
(al-Hijr : 9)
2) Aqidah Islam meluruskan aqidah
umat-umat sebelumnya yang telah banyak mengalami penyimpangan dan perubahan.
3) Aqidah Islam sesuai dengan fitrah
manusia, karena mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya merupakan fitrah bagi
manusia.
“Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah dari Allah
disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan
pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui” (ar-Rum: 30).
4) Aqidah Islam bersesuaian dengan akal
manusia dan tidak terdapat didalamnya
pertentangan dengan akal.
C.Tujuan Aqidah Islam
— Aqidah
Islam menumbuhkan:
1) Keikhlasan dalam niat untuk melakukan amal
baik dan ibadah hanya karena Allah semata, karena Allah-lah yang menciptakan
manusia dan tidak ada sekutu baginya.
2) Membebaskan akal dan pikiran dari kekeliruan
yang timbul karena jiwa yang kosong dari aqidah.
3) Mendapatkan ketenangan jiwa dan pikiran serta
terhindar dari kecemasan jiwa dan kegoncangan pikiran.
4) Meluruskan tujuan dan perbuatan dari
penyelewengan dalam beribadah kepada Allah dan dalam bermuamalah dengan orang
lain.
5) Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dan
tidak melewatkan kesempatan untuk beramal saleh.
6) Menciptakan umat yang kuat untuk menegakkan
agama Allah.
7) Meraih kebahagian dunia dan akhirat dengan memperbaiki
pribadi maupun kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.
D.Sifat-Sifat Allah SWT
Ø Sifat wajib (yang
pasti ada) pada Allah (ada 20):
— Wujud (ﻭﺟﻮﺩ): artinya
ada, Allah SWT pasti ada.
— Qidam (ﻗﺪﻡ): artinya
terdahulu, maksudnya adalah Allah SWT tidak memiliki permulaan.
— Baqa’ (ﺑﻘﺎﺀ): artinya
kekal, Allah kekal dan tidak memiliki akhir.
— Mukhalafatuhu Lilhawadits (ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ
ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ): artinya
Berbeda dengan yang baru (makhluk), maksudnya adalah Allah SWT tidak menyerupai
sesuatu apapun yang baru (makhluk) baik itu dzatnya, sifatnya ataupun
perbuatannya.
— Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi (ﻗﻴﺎﻣﻪ
ﺑﻨﻔﺴﻪ): artinya
Allah Swt berdiri sendiri, maksudnya adalah Alllah SWT tidak bergantung pada
dzat manapun, karena ia tidak diciptakan, tetapi Ia ada dengan sendirinya, dan
tidak pula bergantung kepada yang Ia
ciptakan.
— Wahdaniyyah (ﻭﺣﺪﺍﻧﻴﺔ): artinya Allah SWT itu satu (esa).
— Qudrah (ﻗﺪﺭﺓ): artinya
Allah SWT Maha Kuasa, jika Allah menghendaki sesuatu, maka sesuatu itu pasti
terjadi.
— Iradah (ﺇﺭﺍﺩﺓ): artinya
Allah SWT Maha berkehendak, Allah SWT -lah yang menentukan segala sesuatu itu
ada atau tidak. Allah pula-lah yang
menentukan nasib seluruh makhluk-Nya.
•
Ilmu
(ﻋﻠﻢ): artinya Allah SWT Maha Mengetahui,
Allah SWT Maha Mengetahui segala yang ada di alam semesta ini, baik yang nyata
maupun yang tersembunyi.
•
Hayat (ﺣﻴﺎﺓ): artinya Allah
SWT Maha Hidup, Allah SWT, tidak akan pernah
mati, karena mati itu adalah ciptaan-Nya juga.
•
Sama’ (ﺳﻤﻊ): artinya Allah
SWT Maha Mendengar, tiada sesuatu apapun yang dapat luput
dari pendengarannya Allah SWT.
•
Bashar
(ﺑﺼﺮ): artinya Allah SWT Maha Melihat,
Allah SWT dapat melihat segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, baik yang
dapat di lihat oleh manusia atau tidak, baik yang jauh atau dekat, baik yang
berada dalam terang atau gelap, baik yang nyata atau yang tersembunyi dan
sebagainya.
•
Kalam
(ﻛﻼ ﻡ): artinya : Allah SWT Maha Berkata-kata,
sebagai contoh perkataanya adalah apa yang ada dalam Al- Qur’an, yang merupakan
perkataan (kalam) Allah Swt yang abadi sepanjang masa.
•
Kaunuhu
Qadiran (ﻛﻮﻧﻪ
ﻗﺎﺩﺭًﺍ): artinya keadaannya Allah SWT Maha
Berkuasa,
Allah SWT-lah yang berkuasa mengadakan dan meniadakan sesuatu.
•
Kaunuhu
Muridan (ﻛﻮﻧﻪ
ﻣﺮﻳﺪًﺍ): artinya keadaannya Allah SWT Maha
Menghendaki,
Allah
SWT-lah yang Menentukan sesuatu dapat terjadi atau tidak.
•
Kaunuhu
‘Aliman (ﻛﻮﻧﻪ
ﻋﺎﻟﻤًﺎ): artinya keadaannya Allah SWT Maha
Mengetahui,
Keadaan Allah SWT Maha
Mengetahui segala sesuatu yang terjadi.
•
Kaunuhu
Hayyan (ﻛﻮﻧﻪ
ﺣﻴًّﺎ): artinya keadaannya Allah SWT Maha Hidup,
Keadaan Allah SWT selalu hidup.
•
Kaunuhu
Sami’an (ﻛﻮﻧﻪ
ﺳﻤﻴﻌًﺎ): artinya keadaannya Allah SWT Maha
Mendengar, Keadaan Allah SWT mampu mendengar semua hal.
•
Kaunuhu
Bashiran (ﻛﻮﻧﻪ
ﺑﺼﻴﺭًﺍ): artinya keadaannya Allah SWT Maha
Melihat, Keadaan Allah SWT mampu melihat semua hal.
•
Kaunuhu
Mutakalliman (ﻛﻮﻧﻪ
ﻣﺘﻜﻠِّﻤًﺎ): artinya keadaannya Allah SWT Maha
Berkata – kata,
Keadaan Allah SWT mampu berkata-kata.
Dua puluh sifat yang
wajib ini dibagi kedalam empat kategori, yaitu:
( I ) Sifat Nafsiyyah, ( II ) Sifat Salbiyyah, ( III ) Sifat Ma`ani dan
( IV ) sifat Ma’nawiyyah.
. Nafsiyah,yaitu
sifat yg berhubungan langsung dengan Dzat Allah SWT.
-berupa sifat Wujud (ﻭﺟﻮﺩ)
2. Salbiyah,yaitu
sifat-sifat Allah yang menolak sifat-sifat yang tidak sesuai atau tidak layak
bagi-Nya.
-Qidam (ﻗﺪﻡ)
-Baqa‘ (ﺑﻘﺎﺀ)
-Mukholafatuhu
lilhawadits (ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ
ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ)
-Qiyamuhu Binafsihi (ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ)
-Wahdaniyyah (ﻭﺣﺪﺍﻧﻴﺔ)
3.Ma'ani,yaitu
sifat-sifat wajib yang dapat digambarkan oleh akal pikiran manusia.
-Qudrah (ﻗﺪﺭﺓ)
-Iradah (ﺇﺭﺍﺩﺓ)
-Ilmu (ﻋﻠﻢ)
-Hayat (ﺣﻴﺎﺓ)
-Sama‘ (ﺳﻤﻊ)
- Bashar (ﺑﺼﺮ)
-Kalam (ﻛﻼ ﻡ)
4. Ma'nawiyah,yaitu sifat-sifat yang berhubungan dengan sifat ma'ani,atau keaktifan sifat-sifat tujuh diatas. Atau dengan kata lain sifat yang menjadi lazim karena adanya sifat Ma`ani, Contohnya: Allah memiliki sifat Maha Kuasa, maka lazimlah Allah itu keadaannya Maha Kuasa.
-Kaunuhu Qadiran (ﻛﻮﻧﻪ ﻗﺎﺩﺭًﺍ)
- Kaunuhu Muridan (ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺮﻳﺪًﺍ)
- Kaunuhu 'Aliman (ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﻟﻤًﺎ)
- Kaunuhu Hayyan (ﻛﻮﻧﻪ ﺣﻴًّﺎ)
- Kaunuhu Sami'an (ﻛﻮﻧﻪ ﺳﻤﻴﻌًﺎ)
- Kaunuhu Bashiran (ﻛﻮﻧﻪ ﺑﺼﻴﺭًﺍ)
- Kaunuhu
Mutakalliman (ﻛﻮﻧﻪ
ﻣﺘﻜﻠِّﻤًﺎ)
Ø
Sifat
mustahil (yang tidak mungkin terdapat) pada Allah
—
‘Adam
(ﻋﺪﻡ), artinya tiada
—
Huduts
(ﺣﺪﻭﺙ), artinya baru (ada permulaannya)
—
Fana
(ﻓﻨﺎﺀ), artinya binasa (tidak kekal/ bisa
mati)
—
Mumatsalatuhu
Lilhawadits (ﻣﻤﺎﺛﻠﺘﻪ
ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ), artinya menyerupai
sesuatu yang baru (makhluk-Nya)
—
Qiyamuhu
Bighayrihi (ﻗﻴﺎﻣﻪ
ﺑﻐﻴﺮﻩ), artinya tidak
berdiri sendiri (bergantung pada dzat atau makhluk lain).
—
Ta’addud
(ﺗﻌﺪّﺩ), artinya banyak (lebih dari satu)
—
‘Ajz
(ﻋﺟﺰ), artinya lemah (tidak kuat)
—
Karahah
(ﻛﺮﺍﻫﻪ), artinya terpaksa (bisa dipaksa)
—
Jahl
(ﺟﻬﻞ), artinya jahil (bodoh)
—
Maut
(ﺍﻟﻤﻮﺕ), artinya mati (bisa mati)
—
ash-Shamam
(ﺍﻟﺻمم), artinya tuli
—
al-‘Umyu
(ﺍﻟﻌﻤﻲ), artinya buta
—
al-Bukm
(ﺍﻟﺑﻜﻢ), artinya bisu
—
Kaunuhu
‘Ajizan (ﻛﻮﻧﻪ
ﻋﺎﺟﺰًﺍ), artinya keadaaanya
lemah
—
Kaunuhu
Mukrahan (ﻛﻮﻧﻪ
مكرَهًا), artinya keadaaanya
terpaksa
—
Kaunuhu
Jahilan (ﻛﻮﻧﻪ
ﺟﺎﻫﻼ), artinya keadaaanya
jahil atau bodoh
—
Kaunuhu
Mayyitan (ﻛﻮﻧﻪ
ﻣﻴﺘﺎ), artinya keadaaanya
mati atau bisa mati
—
Kaunuhu
Ashamm (ﻛﻮﻧﻪ
ﺃﺻﻢ), artinya keadaaanya
tuli
—
Kaunuhu
A’ma (ﻛﻮﻧﻪ
ﺃﻋﻤﻰ), artinya keadaaanya
buta
—
Kaunuhu
Abkam (ﻛﻮﻧﻪ
ﺃﺑﻜﻢ), artinya keadaaanya
bisu
Ø
Sifat
jaiz (yang bisa ada bisa tidak) pada Allah:
v Kata “Jaiz” menurut
bahasa berarti “boleh atau bisa”. Yang dimaksud dengan sifat jaiz bagi
Allah ialah sifat yang bisa ada dan bisa pula tidak ada pada Allah.
v Sifat
ini ada satu, yaitu:
Ø
Fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu ( فعل كلّ ممكن أو تركه ) [menjadikan segala sesuatu yang mungkin
terjadi atau tidak menjadikannya].
v Contohnya, boleh /mungkin bagi Allah untuk
menciptakan langit, bumi, matahari dan lain-lain; boleh/mungkin juga bagi Allah
untuk tidak menciptkannya.
“Dan Tuhanmu
menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada
pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan (dengan Dia)”. (al-Qashash: 68)
E.Aliran-Aliran / Kelompok-Kelompok
dalam Ilmu Kalam (Teologi Islam)
v Sejarah
singkat munculnya kelompok-kelompok ini:
— Pertempuran antara pihak Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah dalam perang shiffin berakhir dengan peristiwa arbitrase (tahkim).
— Hal ini menyebabkan sekelompok orang keluar dari
barisan Ali bin Abi Thalib, karena memandang Ali telah berbuat salah dengan
menerima arbitrase (tahkim), kelompok ini dikenal dengan Khawarij (kelompok/orang-orang
yang keluar). Mereka lalu mulai melawan Ali dan Muawiyah.
— Persoalan politik ini akhirnya membawa kepada
persoalan teologi, yaitu siapa yang kafir dan siapa yang tidak, maksudnya siapa
yang telah keluar dari Islam (murtad) dan siapa yang masih tetap dalam Islam.
— Kelompok khawarij menganggap Ali, Muawiyah dan lain-lain
yang menerima arbitrase (tahkim) telah kafir, murtad (keluar dari Islam) dan
harus dibunuh, karena -menurut mereka- dengan menerima tahkim (arbitrase), Ali,
Muawiyah dan lain-lain telah membuat hukum selain dengan hukum Allah.
— Pada akhirnya kelompok khawarij pecah menjadi
beberapa sekte. Konsep kafir turut mengalami perubahan, yang dipandang kafir
oleh mereka bukan lagi hanya orang yang tidak menentukan hukum dengan
Al-Qur’an, tetapi juga orang-orang yang telah berbuat dosa besar, -menurut kaum
khawarij,- orang yang telah melakukann dosa besar juga telah kafir dan harus
dibunuh.
— Hal ini menyebabkan munculnya aliran kedua yang
disebut Murji’ah, menurut kelompok murji’ah, orang yang melakuakan dosa
besar masih mu’min, bukan kafir. Adapun dosa yang dilakukannya, terserah pada
Allah untuk mengampuni atau tidak mengampuninya.
— Lalu juga muncul aliran ketiga yang disebut Mu’tazilah,
menurut mu’tazilah orang yang melakukan dosa besar bukan mu’min bukan pula
kafir, tetapi orang ini, -menurut mu’tazilah- mengambil posisi antara mu’min
dan kafir. (terkenal dengan istilah al-manzilah baina al-manzilatain /
posisi diantara dua posisi).
— Pada masa ini muncul pula aliran al-Qadariyah
dan al-Jabariyah. Menurut al-Qadariyah manusia memiliki kebebasan dalam kehendak
dan perbuatannya. Sedangkan menurut al-Jabariyah, justru sebaliknya, manusia
tidak memiliki kebebasan dalam kehendak dan perbuatannya, dengan kata lain
–menurut al-Jabariyah- manusia bertindak dengan paksaan Tuhan.
— Dengan banyaknya buku-buku filsafat Yunani yang
diterjemahkan ke Bahasa Arab, Kelompok mu’tazilah banyak terpengaruh oleh
kebudayaan Yunani klasik yang banyak mengedepankan pemakaian akal atau rasio.
Pemakaian dan kepercayaan pada rasio ini mereka bawa ke dalam lapangan teologi Islam, sehingga teologi
mereka terkenal dengan corak liberal, dalam pengertian -meskipun tidak
meninggalkan wahyu-, mereka terkenal
lebih mengedepankan akal. Maka oleh sebab ini, dalam persoalan apakah manusia
terpaksa dalam berpikir dan bertindak (yang diperdebatkan oleh al-Qadariyah dan
al-Jabariyah), sebagai golongan yang percaya pada kekuatan dan kemerdekaan akal
untuk berpikir, mereka lebih memilih pendapat qadariyah.
— Aliran teologi mu’tazilah yang lebih bersifat
liberal dan mengedepankan rasio ini mendapat perlawanan –perlawanan. Perlawanan
ini memunculkan kelompok al-Asy’ariyah atau al-Asya’irah. Kelompok ini didirian oleh Abu al-Hasan
al-Asy’ari (W.935 M) , yang pada mulanya adalah pengikut mu’tazilah, tetapi
menurut riwayatnya, setelah ia melihat dalam mimpinya bahwa ajaran-ajaran
mu’tazilah dicap oleh Nabi Muhammad SAW sebagai ajaran yang sesat, ia membentuk
aliran baru yang mengedepankan ajaran untuk kembali kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Aliran ini dikenal dengan nama al-Asy’ariyah atau al-Asya’irah.
— Disamping aliran al-Asy’ariyah , di Samarkand juga
muncul aliran yang menentang ajaran Mu’tazilah.
Aliran ini dinamakan al-Maturidiyah, yang tidak setradisional
al-Asy’ariyah, tetapi juga tidak seliberal mu’tazilah. Pada perkembangannnya,
aliran ini juga terbagi dua, al-Maturidiyah Samarkand, dan al-
Maturidiyah Bukhara .
— Pada kenyataanya, saat ini aliran khawarij, Murji’ah
dan Mu’tazilah telah punah.
— Yang masih ada hingga saat ini adalah aliran
al-Asy’ariyah dan al-Maturidiyah. Kedua aliran ini biasa disebut sebagai ahlus
sunnah wal-jama’ah. Aliran
teologi al-Maturidiyah banyak dianut oleh umat islam yang beraliran fiqh
(mazhab fiqh) Hanafi, sedangkan aliran teologi al-Asy’ariyah banyak dianut oleh
umat islam yang beraliran fiqh (mazhab fiqh) lainnya.
— Pada zaman modern saat ini, melalui interaksi dengan
kebudayaan barat modern, terutama dikalangan kaum cendekiawan Muslim yang
mendapat pendidikan barat, muncul kaum liberal yang banyak mengadopsi kembali
ajaran Mu’tazilah dan mereka menamakan kelompok mereka dengan nama neo-Mu’tazilah.
— Pada zaman modern juga muncul aliran Wahhabiyah atau
Wahhabi yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (lahir tahun 1111
H/1699 M), saat ini aliran teologi ini banyak dianut oleh kaum Muslim yang
beraliran fiqh (mazhab fiqh) Hanbali di Arab Saudi, karena Muhammad bin Saud,
pendiri Kerajaan Arab Saudi sendiri menganut aliran ini. Wahhabi menganggap
kelompoknya sebagai bagian dari ahlus sunnah wal-jama’ah. Kelompok ini
memiliki tujuan untuk meluruskan atau memurnikan aqidah umat Islam dari syirk,
khurafat dan bid’ah, dengan kembali kepada ajaran para salafus
shalih (Generasi pertama dan terbaik dari umat Islam, yang terdiri dari
para sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in dan para imam yang dimuliakan oleh
Allah), yang dianggap sebagai ahlus sunnah wal-jama’ah yang sejati.
Menurut Wahhabi , kelompok teologi al-Asy’ariyah dan kelompok al-Maturidiyah
sudah dekat pemahamannya kepada ahlus sunnah wal-jama’ah, tetapi bukan
merupakan bagian darinya, karena kelompok al-Asy’ariyah dan kelompok
al-maturidiyah, -menurut wahhabi- masih
lebih mengedepankan akal atau rasio dari wahyu, masih banyak membahas
permasalahan-permasalahan ilmu kalam dan masih banyak melakukan ta’wil. Kelompok
Wahhabi juga menolak filsafat dan tasawwuf, karena –menurut mereka- filsafat
banyak berlandaskan khayalan, sedangkan tasawwuf banyak mengandung khurafat.
Komentar
Posting Komentar